Gratifikasi berarti pemberian yang dicurigai atau dianggap hamper sama dengan penyuapan. Bagaimana Islam memandang grafitikasi?

Di dalam Islam manusia dianjurkan memberikan hadiah. Hadiah tersebut tentunya diberikan melalui niat baik, tanpa syarat dan tidak mengharapkan adanya balasan. Namun, bila hadiah diberikan untuk niat tertentu, seperti, mempengaruhi putusan hakim atau mempengaruhi kebijakan-kebijakan tertentu. Hal tersebut dikenal dalam Islam sebagai ghulul.

Pernah ada riwayat dalam sejarah Islam mengenai sahabat memperoleh gratifikasi. Beliau adalah Ibnu Al-ubait, yang bertugas untuk mengumpulkan zakat pada suatu kaum. Pada saat beliau melaporkan tentang tugas zakat yang telah ia lakukan, ia menerima sebuah pemberian. Lalu Rasul mengatakan, pemberian tersebut tidak bisa untuk kamu terima. Lalu rasul mengatakan, “Ini adalah bagian dari baitul mal karena kamu tidak kesana untuk mengumpulkan zakatnya secara langsung”.

Di dalam Islam, banyak sekali hasil karya tulis mengenai dilarangnya pemberian yang disertai hadiah. Yaitu sebuah pemberian yang disertai keinginan untuk memperoleh balasan. Ada tiga hal tentang Hukum pemberian hadiah kepada pejabat yaitu:
  • Haram bagi pemberi dan penerima. Ini disebut risywah atau pungli.
  • Boleh bagi pemberi, haram bagi penerima. Contoh, pemberi dalam keadaan terdesak. Apabila ia tidak memberikan itu, maka ia akan mengalami kerugian.
  • Boleh bagi pemberi dan penerima. Seperti memberikan hadiah kepada seorang pejabat karena pejabat tersebut adalah kerabat keluarga. Tentunya hadiah tersebut dalam bentuk yang wajar bukan dalam jumlah yang berlebihan.

Masih banyak sebenarnya yang perlu diperbaiki untuk menumbuhkan kesadaran tentang gratifikasi. Bahkan, pemberian ataupun pembelian suara dalam suatu kongres organisasi itu dilarang oleh Islam.

Posting Komentar

 
Top